lembaga keluarga
Pengertian luas dari keluarga adalah kekerabatan
yang dibentuk atas dasar perkawinan dan hubungan darah. Kekerabatan yang
berasal dari satu keturunan atau hubungan darah merupakan penelusuran leluhur
seseorang, baik melalui garis ayah maupun ibu ataupun keduanya. Hubungan
kekerabatan seperti ini dikenal sebagai keluarga luas (extended family) yaitu
ikatan keluarga dalam satu keturunan yang terdiri atas kakek, nenek, ipar, paman,
anak, cucu, dan sebagainya.
Kekerabatan ini ada yang memiliki norma atau
solidaritas ke dalam yang kuat sehingga ikatan kekerabatan menjadi erat sekali.
Adapun kekerabatan atas dasar perkawinan merupakan proses masuknya seseorang
dalam satu ikatan keluarga, baik masuk menjadi keluarga laki-laki maupun
keluarga wanita atau keduanya.
Pembentukan keluarga yang ideal yaitu untuk
mendirikan rumah tangga (household) yang berada pada satu naungan tempat
tinggal sehingga satu rumah tangga dapat terdiri atas lebih dari satu keluarga
inti. Hal tersebut disebabkan sulitnya mendapatkan tempat tinggal bagi keluarga
inti atau salah satu keluarga inti sengaja melarang keluarga inti lainnya untuk
berpisah. Bentuk kekerabatan seperti ini disebut sebagai keluarga poligamous,
yaitu beberapa keluarga inti dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Akan
tetapi, umumnya satu rumah tangga hanya memiliki satu keluarga inti. Mereka
yang membentuk rumah tangga akan mengatur ekonominya sendiri serta bertanggung
jawab terhadap pengurusan dan pendidikan anak-anaknya.
Contoh Soal ( SMA IPS, 2004) :
Fungsi pranata keluarga yang paling alamiah adalah :
a. mendidik anak
b. mewariskan budaya
c. membantu masyarakat
d. melanjutkan keturunan
e. membahagiakan keluarga
Fungsi
keluarga yaitu:
melanjutkan keturunan atau reproduksi;
1.
afeksi;
2.
sosialisasi;
3.
ekonomi;
4.
kontrol sosial;
5.
proteksi.
Keluarga yang ideal dibentuk melalui perkawinan dan
akan memberikan fungsi kepada setiap anggotanya. Di dalam keluarga, akan
terbentuk tingkat-tingkat sepanjang hidup individu (stages a long the life
cycle), yaitu masa-masa perkembangan individu sejak masa bayi, masa penyapihan
(anak yang sedang menyusu kepada ibunya), masa kanak-kanak, masa pubertas, masa
setelah nikah, masa hamil, masa tua, dan seterusnya. Perkembangan kehidupan
yang demikian dapat terjadi dalam kehidupan keluarga umum. Pada setiap masa
perkembangan individu dalam keluarga, akan terjadi penanaman pengaruh dari
lingkungan sosial tempat individu yang bersangkutan berada. Pengaruh tersebut
secara langsung berasal dari orangtuanya melalui penanaman nilai-nilai budaya
yang dianut atau pengaruh lingkungan pergaulan yang membentuk pribadi
bersangkutan (sosialisasi).
Suatu keluarga dapat terbentuk karena hal-hal
berikut.
1. Suatu
kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama sehingga perkawinan dapat terjadi
di antara mereka yang memiliki satu keturunan, disebut endogami.
2. Suatu
kelompok kekerabatan disatukan oleh darah atau perkawinan. Pasangan perkawinan
tidak didapat dari kelompok sendiri yang berasal dari satu keturunan atau nenek
moyang, tetapi pasangan hidup diperoleh dari kelompok lain sehingga di antara
dua kelompok yang berbeda terikat oleh adanya perkawinan di antara keturunannya
disebut eksogami.
3. Pasangan
perkawinan dengan atau tanpa anak. Suatu keluarga adakalanya tidak dapat
memiliki keturunan sehingga pasangan hidup dapat mengadopsi anak orang lain
sebagai anggota untuk pelengkap keluarga batih.
4. Pasangan
tanpa nikah yang mempunyai anak. Akibat adanya keinginan untuk melakukan
hubungan suami istri di luar nikah, tidak jarang di antara mereka mempunyai
anak. Di negara-negara yang menganut paham bebas (liberal), hal ini dianggap
sesuatu yang lumrah. Jika pasangan hidup di luar nikah memiliki anak dan mereka
dapat hidup dengan rukun tanpa adanya ikatan perkawinan disebut samen leven
atau kumpul kebo. Di Indonesia, perbuatan demikian dianggap menyeleweng dari
kehidupan sosial yang sekaligus melanggar nilai dan norma masyarakat, dan
melanggar norma agama.
5. Satu
orang dapat hidup dengan beberapa orang anak. Hal ini dapat terjadi karena
salah satu pasangan hidup, ayah atau ibu, berpisah yang disebabkan oleh
perceraian atau salah seorang dari mereka meninggal sehingga salah seorang di
antara mereka harus memelihara anaknya.
Keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil memiliki
struktur yang khas, diikat oleh aturan-aturan yang ada di masyarakat yang
umumnya secara ideal dibentuk melalui perkawinan. Oleh karena itu, setiap orang
tidak dapat seenaknya dalam menentukan pilihan. Pasangan hidup yang diperoleh
melalui perkawinan merupakan pasangan resmi yang diakui masyarakat sehingga
setiap orang tidak dapat mengganti pasangannya hanya berdasarkan kebutuhan atau
keinginan semata-mata. Jika hal ini terjadi di masyarakat, orang yang berbuat
demikian akan tercela bahkan diasingkan dalam kehidupan sehari-hari karena
dianggap melanggar norma dan nilai yang telah melembaga di masyarakat.
Di dalam kehidupan keluarga dikenal keluarga inti,
yaitu keluarga yang terdiri atas orangtua (ayah dan ibu) dan anak-anaknya yang
belum menikah. Anak sebagai anggota dari keluarga inti dapat saja merupakan
anak kandung, anak tiri, atau anak angkat. Mereka bersama-sama memelihara
keutuhan rumah tangga sebagai suatu satuan sosial.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri
atas ayah, ibu, dan anak yang di kenal sebagai keluarga inti (nuclear family).
Keluarga memiliki fungsi sosial majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam
masyarakat. Dalam keluarga diatur hubungan antar anggota keluarga sehingga tiap
anggota mempunyai peran dan fungsi yang jelas. Contohnya, seorang ayah sebagai
kepala keluarga sekaligus bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya; ibu
sebagai pengatur, pengurus, dan pendidik anak.
Keluarga inti biasanya disebut sebagai rumah tangga,
yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai tempat dan proses
pergaulan hidup. Suatu keluarga inti dianggap sistem sosial karena memiliki
unsur-unsur sosial yang meliputi kepercayaan, perasaan, tujuan, kaidah-kaidah,
kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan
fasilitas. Jika unsur-unsur tersebut diterapkan pada keluarga inti, akan dijumpai
keadaan sebagai berikut :
1. Adanya
kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga inti merupakan kodrat yang Maha
Pencipta.
2 Adanya
perasaan-perasaan tertentu pada diri setiap anggota keluarga batih, yang
berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai, atau rasa saling bersaing.
3. Tujuan
hidup, yaitu bahwa keluarga inti merupakan suatu wadah manusia mengalami proses
sosialisasi dan mendapatkan jaminan ketenteraman jiwanya.
4. Setiap
keluarga inti diatur oleh kaidah-kaidah yang mengatur timbal balik antar
anggota-anggotanya ataupun dengan pihak-pihak luar dari keluarga yang
bersangkutan.
5. Keluarga
inti dan anggota-anggotanya mempunyai kedudukan dan peranan tertentu dalam
masyarakat.
6. Anggota-anggota
keluarga inti, misalnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu, mempunyai
kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan proses hubungan
kekeluargaan.
7. Setiap
anggota keluarga inti mempunyai posisi sosial tertentu dalam hubungan
kekeluargaan, kekerabatan, ataupun dengan pihak luar.
8. Lazimnya
sanksi-sanksi positif ataupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut bagi
mereka yang patuh serta mereka yang menyeleweng.
9. Biasanya
ada fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga.
Misalnya,
sarana untuk mencapai proses sosialisasi.
a. Perkawinan
Sebelum terbentuknya keluarga, tentu saja didahului
dengan adanya perkawinan di antara calon pasangan hidup untuk mengakhiri masa
gadis bagi seorang wanita atau masa bujang bagi seorang laki-laki. Pembentukan
keluarga melalui perkawinan disebut keluarga konyugal, sedangkan perkawinan
adalah suatu pola sosial yang telah disetujui dan dua orang yang memiliki jenis
kelamin berbeda telah bertekad untuk membentuk sebuah keluarga. Perkawinan
adalah suatu transaksi yang menghasilkan suatu kontrak seseorang (pria atau
wanita, korporatif atau individual, secara pribadi atau melalui wakil) memiliki
hak secara terus menerus untuk menggauli seorang wanita atau pria secara sah.
Hak ini memiliki prioritas bagi laki-laki atau wanita untuk melakukannya secara
berkesinambungan, sampai wanita dianggap telah memenuhi syarat untuk memiliki
dan melahirkan anak.
Selanjutnya, perkawinan adalah penerimaan status
baru untuk siap menerima hak dan kewajiban sebagai pasangan suami istri yang
sah diakui masyarakatnya dan hukum. Status baru yang diperoleh dan diumumkan
biasanya melalui perayaan dengan jalan mengundang kerabat, kenalan, handai
taulan, dan lain-lain yang berhubungan dengan kedua belah pihak. Perkawinan
berlangsung tentu saja disertai upacara keagamaan sesuai yang dianut oleh
pasangan pengantin. Mereka yang telah membentuk sebuah keluarga akan memiliki
hak untuk menentukan nasibnya sendiri di kemudian hari.
Pasangan hidup yang telah berumah tangga dan
membentuk keluarga batih pada dasarnya memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Unit
terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual secara
berkesinambungan yang sah secara hukum.
2. Wadah
tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses anggota-anggota masyarakat yang
baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, menaati, dan menghargai
kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku.
3. Unit
terkecil masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis.
4. Unit
terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan
bagi ketenteraman dan perkembangan jiwanya.
Perkawinan untuk membentuk status baru yaitu rumah
tangga, yang terjadi di masyarakat idealnya secara monogami, yaitu pasangan
hidup antara seorang suami dan seorang istri. Akan tetapi, di masyarakat tidak
menutup kemungkinan terjadi poligami, yaitu seseorang memiliki pasangan lebih
dari satu. Poligami dibagi dua: poligini yaitu seorang suami memiliki pasangan
lebih dari seorang istri dan poliandri yaitu seorang istri memiliki pasangan
lebih dari seorang suami. Poliandri di Indonesia dilarang dilaksanakan, selain
bertentangan dengan norma agama, juga status anak yang dilahirkan oleh istri
tidak jelas ayahnya.
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan apabila terjadi
perkawinan sumbang yang disebut incest,yaitu perkawinan sedarah antara kakak
beradik, atau orangtua dengan anaknya. Larangan perkawinan sumbang ini sifatnya
universal di setiap kelompok manusia karena dianggap melanggar norma yang
berlaku.
Secara umum, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
di masyarakat dan tidak dibenarkan untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Hidup
bersama atas dasar suka sama suka yang tidak diikat oleh tali perkawinan
(kumpul kebo).
2. Adanya
istri simpanan bagi laki-laki, atau suami simpanan bagi wanita.
3. Melahirkan
anak di luar nikah.
4. Hubungan
suami istri sebelum pernikahan atau pada masa tunangan.
5. Melakukan
hubungan suami istri dengan orang lain yang bukan istri atau suaminya yang sah
(perzinaan).
Keutuhan keluarga adakalanya mengalami perpecahan
berupa perceraian, sebagai akibat hilangnya keserasian untuk mempertahankan
keutuhan keluarga. Beberapa masyarakat tertentu (berhubungan dengan agama yang
dianut oleh keluarga) melarang adanya perceraian karena perkawinan merupakan
anugerah yang tidak boleh dipisahkan, kecuali oleh kematian. Oleh karena itu,
untuk bercerai akan mengalami kesulitan, kalaupun dapat terjadi perceraian
biasanya melalui prosedur yang berbelit-belit. Akan tetapi, adapula masyarakat
yang membolehkan suatu keluarga mengalami perceraian. Hal ini biasanya apabila
suami istri satu sama lain bersepakat untuk mengakhiri rumah tangganya sehingga
perceraian dapat dilaksanakan dan masing-masing menempuh jalan hidupnya
sendiri.
Persoalan akibat perceraian adalah anak dari
keluarga yang bersangkutan. Mereka dapat mengikuti salah satu orangtuanya,
tetapi dalam jiwa anak akan terjadi konflik batin yang dapat mengakibatkan
ketidakpuasan akan kehidupan yang dihadapi. Oleh karena itu, mereka mencari
penyelesaian sendiri terhadap persoalan yang dihadapinya. Tidak jarang di
antara mereka terjerumus pada pergaulan negatif yang dapat merugikan diri
sendiri dan merugikan lingkungan sosialnya, baik dalam bentuk penyimpangan
perilaku di masyarakat maupun terjerumus dalam penyalahgunaan obat terlarang.
Di Jepang pada 1888 tercatat ada 300 perceraian dari
1000 perkawinan. Survei rumah tangga di masyarakat Cina dan India menunjukkan
angka perceraian 3,3% sampai 5,5%. Usia perkawinan orang-orang desa rata-rata
lebih lama daripada orang bangsawan karena ada syarat bahwa pasangan itu harus
mempunyai lahan mereka sendiri. (Sumber: Sosiologi Keluarga, 2002)
b. Fungsi Keluarga
Setiap kehidupan yang terjadi di masyarakat,
terutama keluarga sebagai lembaga terkecil, struktur kelembagaannya akan
berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat untuk menye lesaikan tugastugas
tertentu. Adapun tugas atau fungsi keluarga adalah sebagai berikut.
1. Fungsi
Melanjutkan Keturunan atau Reproduksi
Pada awal terbinanya keluarga, tentu saja banyak
yang mendambakan kehadiran anak, sebagai hasil perkawinan dari hubungan suami
istri yang dilakukan secara sah.
2. Fungsi
Afeksi
Seseorang memiliki kebutuhan dasar yang telah
ditanamkan sejak dilahirkan, berupa kasih sayang, rasa cinta orang tua yang
melahirkan atau yang mengasuhnya. Kebutuhan dasar yang demikian akan terus
berlanjut sampai dewasa, bahkan sampai tua dan kemudian saat sebelum meninggal
dunia. Kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta dapat diperoleh dari orang tuanya
atau orang lain terhadap dirinya apabila yang bersangkutan turut pula
memberikan kebutuhan dasar kepada orang lain sehingga terjadi saling mengisi
kebutuhan dasar.
Fungsi afeksi ini dapat berupa tatapan mata,
ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, yang semuanya akan merangsang
anak dalam membentuk kepribadiannya. Dengan demikian, fungsi afeksi harus
dimulai dari lingkungan keluarga karena orangtua langsung berhubungan
terus-menerus dengan anaknya sehingga anak akan menerima komunikasi dari
orangtuanya dan merasakan adanya rangsangan rasa kasih sayang yang mereka
perlukan.
3. Fungsi
Sosialisasi
Keluarga merupakan sistem yang menyelenggarakan
sosialisasi terhadap calon-calon warga masyarakat baru. Seseorang yang dilahirkan
di suatu keluarga akan melalui suatu proses penyerapan unsur-unsur budaya yang
mengatur masyarakat bersangkutan. Calon warga masyarakat baru dipersiapkan oleh
orangtuanya, kemudian oleh orang lain dan lembaga pendidikan sekolah, untuk
dapat menjalankan peranan dalam kehidupan bermasyarakat, di bidang ekonomi,
agama, atau politik sesuai dengan kebutuhan setiap anggota masyarakat. Keluarga
merupakan tempat awal terbinanya sosialisasi bagi seseorang.
Dijumpai tiga proses yang menjadi dasar hubungan
antara manusia dan dunia kehidupan nya sebagai lingkungan sosial (walaupun
tidak selalu berurutan), yaitu sebagai berikut.
1. Eksternalisasi
adalah proses pembentukan pengetahuan latar belakang yang tersedia untuk
dirinya serta untuk orang lain.
2. Objektivasi
adalah proses meneruskan pengetahuan latar belakang tersebut kepada generasi
berikutnya secara objektif.
3. Internalisasi
adalah proses yang menjadikan kenyataan sosial yang sudah menjadi kenyataan
objektif itu ditanamkan ke dalam kesadaran, terutama pada anggota masyarakat
baru, dalam konteks proses sosialisasi.
C. Peran keluarga
Seseorang tidak dilahirkan langsung menjadi anggota
masyarakat, tetapi bagian dari anggota keluarga sebagai satuan unit masyarakat
yang terkecil. Di dalam keluarga, seseorang akan mendapat pendidikan awal untuk
mengenal lingkungan sosialnya, yang kemudian berpartisipasi di dalamnya. Hal
itu dianggap sosialisasi primer untuk mempersiapkan anggota keluarga menjadi
anggota masyarakat. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses bagi individu untuk
mengenal dan memahami lingkungan sosialnya secara lebih luas. Hal ini merupakan
awal menjadi anggota masyarakat yang disebut juga sebagai proses internalisasi.
Internalisasi adalah dasar untuk memahami sesama anggota masyarakat dan untuk
memahami dunia kehidupan sosial sebagai kenyataan sosial yang penuh makna bagi
seorang individu.
Proses pemahaman lingkungan sosial bagi anggota
masyarakat tidak ditafsirkan secara perorangan, tetapi melihat keterlibatan
setiap anggota masyarakat yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya, seseorang
akan meleburkan diri dan mengikuti kehidupan yang berlaku di tempat individu
tersebut berada atau tinggal. Memahami dunia kehidupan sosial dimulai dari
dunia kehidupan keluarga sebagai dunia awal bagi seseorang untuk melakukan sosialisasi.
Setelah yang bersangkutan dewasa maka harus memahami dunia kehidupan yang lebih
luas dari dunia sebelumnya, yang turut membentuk dan mempengaruhi
kepribadiannya. Proses pemahaman lingkungan sosial tidak hanya terbatas pada
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, tetapi akan meluas ke berbagai
bidang kehidupan dan bergantung pada aktivitas kehidupan seseorang.
Keluarga tidak hanya berfungsi sebagai satuan sosial
yang menyelenggarakan sosialisasi, tetapi juga sebagai satuan yang memberikan
kepuasan emosional dan rangsangan perasaan para anggotanya. Keluarga merupakan
lembaga atau pranata yang besar pengaruhnya terhadap sosialisasi anak.
Kondisi demikian menyebabkan pentingnya peranan
keluarga, yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga
batih merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi langsung
secara tetap dan berkesinambungan. Dengan demikian, perkembangan anak dapat
diikuti secara saksama oleh kedua orangtuanya, dan kepribadian anakpun dapat
lebih mudah dibentuk dalam tahap sosialisasi primer. Perhatian yang besar
orangtua terhadap anak-anaknya dapat mendorong mereka berprestasi di sekolah.
2. Orangtua
yang berpandangan maju memiliki motivasi yang kuat dalam mendidik anaknya. Anak
diharapkan dapat memiliki status dan peran yang baik di masyarakat.